Jeddah hari ini mungkin dikenal sebagai kota modern dengan gedung-gedung tinggi dan pusat dunia megah. Tapi siapa sangka, di tengah kota yang hiruk pikuk ini, berdiri sebuah tempat yang mampu membawa kita mundur ke masa lalu— Museum Abdul Raouf Khalil . Ia bukan sekadar museum, tapi jendela waktu . Tempat ini seakan berbisik lembut pada jiwa yang haus akan makna: bahwa sebelum dunia menjadi seperti hari ini, ada sejarah panjang yang tak boleh kita lupakan.
Masuk ke Museum Abdul Raouf Khalil rasanya seperti melangkah ke dalam kisah yang belum pernah kita dengar secara utuh. Museum bangunan yang khas dengan gaya arsitektur Timur Tengah ini disambut dengan hangat—seolah memeluk kita ke dalam memori peradaban. Didirikan oleh Abdul Raouf Khalil , seorang sejarawan dan kolektor asal Jeddah yang memiliki cinta mendalam terhadap sejarah Islam dan budaya Arab, museum ini menyimpan ribuan artefak yang tak ternilai harganya.
...
Kisah yang Terkunci di Setiap Ruangan
Museum ini terdiri dari beberapa bagian: mulai dari ruang sejarah pra-Islam, masa kejayaan Islam, era kekuasaan Ottoman, hingga periode modern Kerajaan Arab Saudi. Setiap ruangan menyuguhkan nuansa berbeda, dan membawa pengunjung menelusuri jejak waktu yang tertinggal dalam senyap .Kita bisa melihat manuskrip kuno berbahasa Arab , mata uang zaman Nabi Muhammad ﷺ , peralatan rumah tangga orang-orang Hijaz zaman dulu , hingga baju perang dan senjata-senjata dari berbagai masa . Tapi semua itu bukan hanya benda mati. Mereka adalah Saksi. Mereka pernah berada di tangan orang yang hidupnya dipenuhi perjuangan, ilmu, dan iman.
Tak hanya itu, ada pula miniatur rumah tradisional Jeddah yang menampilkan bagaimana kehidupan masyarakat Saudi di masa lampau. Bagaimana mereka membangun keluarga, berinteraksi dengan tetangga, dan hidup dalam kesederhanaan yang penuh makna. Rasanya seperti melihat kilas balik kehidupan yang lebih hangat, lebih manusiawi, dan lebih dekat dengan nilai-nilai Islam.
...
Menyentuh Akar Peradaban Islam
Banyak dari kita yang mengenal Islam dari sisi ibadah—salat, puasa, zakat. Tapi Islam bukan hanya tentang ritual. Islam juga adalah peradaban . Dan museum ini membuktikannya. Kita akan menemukan bukti bahwa umat Islam dulu begitu unggul dalam banyak hal: sains, arsitektur, sastra, hingga diplomasi . Semua itu tergambar jelas dari koleksi yang dipamerkan.
Kita diajak merenung: bagaimana mungkin bangsa yang dulu begitu kuat dan maju bisa kehilangan arah jika melupakan sejarahnya? Museum ini mengingatkan kita bahwa kita adalah pewaris dari sesuatu yang sangat besar , dan bahwa kita mempunyai tanggung jawab untuk menjaga, mempelajari, serta mewariskannya kepada generasi selanjutnya.
...
Bukan Sekadar Wisata, Tapi Perjalanan Jiwa
Bagi jamaah umroh atau haji, mengunjungi Museum Abdul Raouf Khalil bukan hanya agenda tambahan city tour. Ini adalah pengalaman spiritual yang membahagiakan batin . Saat tubuh lelah setelah beribadah, hati bisa diisi dengan pelajaran berharga dari masa lalu. Kita bisa memahami bahwa perjalanan ke tanah suci bukan hanya soal rukun dan manasik, tapi juga tentang mengenal warisan iman yang membentuk siapa kita hari ini.
Museum ini seperti jeda tenang di antara kesibukan. Ia mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat ke belakang, dan menyadari bahwa banyak hal yang telah kita warisi dari para pendahulu—ilmu, budaya, nilai, bahkan semangat untuk terus mencari kebenaran.
...
Mewarisi, Menghargai, dan Melanjutkan
Mengunjungi Museum Abdul Raouf Khalil adalah pengingat lembut bahwa sejarah bukan untuk dilupakan. Ia ada untuk dihargai. Ia ada untuk membentuk arah hidup kita ke depan.Jika suatu hari kamu berkesempatan mampir ke Jeddah, sempatkan untuk datang ke museum ini. Jangan datang hanya dengan kamera—datanglah dengan hati. Rasakan napas zaman yang masih tertinggal di balik kaca pajangan.
Dengarkan cerita yang tak terucapkan, dan izinkan diri Anda tenggelam dalam kesadaran bahwa menjadi Muslim bukan hanya tentang beriman… tapi juga tentang warisan dan menjaga jejak sejarah dengan penuh cinta.
“Kita tidak mungkin tahu ke mana akan melangkah, jika kita pernah belajar dari jejak kaki yang telah lebih dulu menapaki jalan.”